Formacipress.com - Buku merupakan hasil karya yang melibatkan banyak
proses, mulai dari penulisan naskah hingga buku tersebut hadir di tangan
pembaca. Namun dalam proses tersebut, sering kali muncul kebingungan antara
istilah “menerbitkan buku” dan “mencetak buku”. Banyak orang yang mengira bahwa
kedua istilah ini memiliki makna yang sama, padahal sebenarnya memiliki
perbedaan yang cukup signifikan. Menyadari perbedaan antara penerbitan dan
percetakan buku penting, khususnya bagi para penulis pemula, pegiat literasi,
maupun masyarakat umum yang ingin memahami dunia perbukuan lebih dalam.
Dalam industri buku, dua istilah yang sering kali dianggap sama adalah
penerbitan dan percetakan. Padahal, keduanya merujuk pada dua tahapan yang
sangat berbeda dalam proses menciptakan sebuah buku dan membawanya ke tangan
pembaca. Memahami perbedaan mendasar ini adalah kunci untuk mengapresiasi
kompleksitas di balik setiap buku yang kita pegang atau baca di layar.
Ibaratnya, jika buku adalah sebuah pertunjukan, penerbitan adalah sutradara
yang mengarahkan seluruh produksi, sementara percetakan adalah panggung dan
alat untuk mementaskan pertunjukan tersebut.
Apa itu Menerbitkan Buku?
Menerbitkan buku adalah proses panjang dan menyeluruh yang tidak hanya
sebatas menjadikan naskah menjadi bentuk fisik. Proses penerbitan melibatkan
tahap-tahap penting seperti penilaian naskah, penyuntingan isi, desain tata
letak dan sampul, pengurusan ISBN, serta pemasaran dan distribusi. Penerbit
juga bertanggung jawab atas legalitas buku, memastikan bahwa karya yang
diterbitkan telah melewati seleksi kualitas, baik dari segi isi, bahasa, maupun
kelayakan pasar.
Apa itu Mencetak Buku?
Di sisi lain, mencetak buku hanya merupakan salah satu tahap akhir dari
proses penerbitan. Percetakan tidak menilai isi naskah, tidak menyunting, dan
tidak bertanggung jawab terhadap mutu atau legalitas karya. Percetakan hanya
menerima file akhir dari penulis atau penerbit, kemudian mencetaknya menjadi
buku fisik sesuai permintaan. Oleh karena itu, mencetak buku tidak selalu
berarti buku tersebut sudah diterbitkan secara resmi.
Perbedaan ini bisa dianalogikan seperti
perbedaan antara produsen makanan dan percetakan label. Produsen makanan
bertanggung jawab terhadap bahan baku, resep, rasa, dan izin edar, sedangkan
pencetak label hanya mencetak kemasan berdasarkan desain yang diberikan. Dalam
dunia buku, penerbit berperan seperti produsen yang memastikan isi buku bermutu
dan sah secara hukum, sedangkan percetakan hanya menjalankan fungsi teknis
mencetak fisiknya.
Dalam praktiknya, banyak penulis yang
memilih jalur self-publishing atau menerbitkan secara mandiri. Di sinilah batas
antara menerbitkan dan mencetak menjadi semakin kabur. Beberapa penulis
menganggap bahwa dengan mencetak buku di percetakan, mereka telah menerbitkan
buku. Padahal, jika tidak melalui proses penyuntingan, desain profesional,
pengurusan ISBN, dan distribusi resmi, buku tersebut sejatinya hanya dicetak,
belum diterbitkan dalam pengertian yang sebenarnya.
Penerbit memiliki tanggung jawab yang
jauh lebih luas. Mereka membantu penulis meningkatkan kualitas naskah, memberi
saran penyuntingan, menyediakan layanan desain sampul dan layout, serta
mengurus ISBN dan hak cipta. Buku yang diterbitkan oleh penerbit resmi biasanya
terdaftar di Perpustakaan Nasional dan dapat diakses oleh masyarakat luas
melalui toko buku, perpustakaan, atau platform digital. Penerbit juga memastikan
bahwa buku yang beredar tidak melanggar etika atau hukum yang berlaku.
Sementara itu, percetakan hanya berurusan
dengan jumlah cetakan, jenis kertas, ukuran buku, dan jenis jilid. Percetakan
tidak menilai apakah isi buku layak terbit, tidak membantu memperbaiki bahasa,
dan tidak mengurus pendaftaran ISBN. Buku yang dicetak di percetakan bisa
sangat terbatas dalam jangkauan, karena tidak melalui jalur distribusi resmi.
Bahkan, dalam banyak kasus, buku hasil cetak mandiri hanya dibagikan secara
pribadi, bukan dijual secara luas.
Oleh karena itu, penting bagi penulis
atau calon penulis untuk memahami perbedaan ini agar tidak keliru dalam
mengambil langkah. Jika tujuan utama adalah menghasilkan karya berkualitas yang
diakui secara hukum dan bisa dibaca oleh masyarakat luas, maka menerbitkan
melalui penerbit adalah pilihan yang lebih tepat. Namun, jika hanya ingin
mencetak untuk keperluan pribadi, kenang-kenangan, atau distribusi terbatas,
mencetak buku di percetakan sudah cukup.
Penerbitan dan Alur Menerbitkan Buku Ber-ISBN
Penerbitan adalah proses komprehensif yang dimulai jauh sebelum sebuah buku dicetak. Ini adalah inti dari industri buku, melibatkan serangkaian keputusan kreatif, editorial, finansial, dan strategis. Peran utama penerbit adalah menyeleksi naskah yang berpotensi menjadi buku, mengembangkan naskah tersebut hingga siap diterbitkan, dan kemudian memasarkannya kepada khalayak luas. Proses penerbitan biasanya mencakup langkah-langkah berikut:
- Akuisisi Naskah: Penerbit menerima naskah dari penulis, baik melalui
agen sastra maupun submisi langsung. Tim editorial akan mengevaluasi naskah
berdasarkan kualitas tulisan, potensi pasar, relevansi, dan kesesuaian dengan
lini penerbitan mereka.
- Penyuntingan (Editing): Setelah naskah diterima, editor bekerja sama dengan penulis untuk memperbaiki naskah dari segi tata bahasa, gaya, struktur, plot (untuk fiksi), akurasi fakta (untuk non-fiksi), dan kejelasan. Tahap ini seringkali melibatkan beberapa putaran revisi.
- Desain dan Tata Letak (Layout): Tim desain bertanggung jawab untuk menciptakan sampul buku yang menarik dan tata letak interior yang mudah dibaca. Ini termasuk pemilihan font, margin, penempatan gambar, dan elemen visual lainnya yang akan memengaruhi pengalaman membaca.
- Pemberian ISBN: Penerbit mengurus pemberian ISBN (International Standard Book Number), nomor unik yang mengidentifikasi setiap edisi buku. Ini penting untuk pelacakan dan penjualan di seluruh rantai pasokan.
- Pemasaran dan Promosi: Ini adalah salah satu aspek paling krusial dari penerbitan. Penerbit mengembangkan strategi pemasaran untuk memperkenalkan buku kepada target pembaca. Ini bisa melalui ulasan media, acara peluncuran, promosi online, kampanye media sosial, dan distribusi ke toko buku.
- Distribusi: Penerbit menjalin kerja sama dengan distributor untuk memastikan buku tersedia di toko buku fisik, toko buku online, dan perpustakaan.
Penerbitlah yang mengambil risiko finansial dan intelektual untuk
mengubah ide dan naskah menjadi produk yang siap dijual dan menjangkau pasar.
Mereka adalah kurator dan pemasar di balik setiap buku.
Percetakan dan Alur Mencetak Buku Fisik
Berbeda dengan penerbitan yang berfokus pada konten dan strategi pasar, percetakan adalah tentang proses fisik mengubah naskah digital menjadi buku fisik. Ini adalah tahap manufaktur di mana tinta dan kertas bertemu untuk menciptakan produk yang dapat disentuh. Percetakan seringkali merupakan perusahaan terpisah yang menyediakan jasa pencetakan untuk penerbit. Proses
percetakan meliputi:
- Pencetakan (Printing): Ini adalah inti dari percetakan. Mesin cetak besar menggunakan tinta untuk mencetak halaman-halaman buku ke gulungan atau lembaran kertas. Teknologi cetak bisa bervariasi, dari offset printing untuk volume besar hingga digital printing untuk cetakan yang lebih kecil atau sesuai permintaan (print on demand).
- Penjilidan (Binding): Setelah halaman dicetak, mereka dipotong, dilipat, dan dijilid bersama untuk membentuk buku. Ada berbagai metode penjilidan, seperti jahit benang (sewn binding), lem panas (perfect binding), atau spiral (spiral binding), tergantung pada jenis buku dan kualitas yang diinginkan.
- Finishing: Tahap ini melibatkan proses seperti laminasi sampul (memberikan lapisan pelindung dan estetika), pemotongan akhir, dan pengepakan.
- Kontrol Kualitas: Percetakan juga bertanggung jawab untuk memastikan kualitas cetakan, mulai dari warna yang akurat, teks yang jelas, hingga kekuatan penjilidan.
Percetakan tidak terlibat dalam proses editorial atau pemasaran buku. Mereka hanya menerima berkas desain yang telah final dari penerbit dan tugas mereka adalah mereproduksi berkas tersebut menjadi ribuan, ratusan, atau bahkan puluhan eksemplar buku fisik sesuai spesifikasi.
Relasi Simbiotik: Bersatu Membentuk Buku
Meskipun berbeda, penerbitan dan percetakan memiliki hubungan yang sangat simbiotik. Penerbit tidak bisa menjual buku fisik tanpa jasa percetakan, dan percetakan tidak akan memiliki buku untuk dicetak tanpa adanya penerbit yang menyiapkan naskah.
Dalam skema besar, penerbit adalah "otak" di balik buku,
membuat semua keputusan strategis dan kreatif. Percetakan adalah
"tangan" yang mewujudkan keputusan tersebut menjadi produk fisik.
Penerbitlah yang menentukan berapa banyak buku yang akan dicetak, jenis kertas
yang akan digunakan, atau metode penjilidan, dan kemudian percetakan akan
melaksanakan instruksi tersebut.
Pergeseran ke era digital dengan munculnya e-book dan audiobook juga
semakin menyoroti perbedaan ini. E-book dan audiobook sepenuhnya berada dalam
ranah penerbitan; mereka tidak memerlukan proses percetakan fisik sama sekali.
Meskipun demikian, mereka masih memerlukan proses editorial, desain (untuk
e-book), pemasaran, dan distribusi digital yang semuanya merupakan bagian dari
fungsi penerbitan.
Simpulannya, menerbitkan buku berarti
mengelola seluruh proses produksi buku mulai dari naskah mentah hingga menjadi
karya yang siap edar secara resmi. Sementara itu, mencetak buku hanyalah bagian
dari proses teknis yang mengubah file menjadi bentuk fisik. Dengan memahami
perbedaan ini, penulis dan masyarakat dapat lebih bijak dalam memilih jalur
yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan karyanya.
Memahami perbedaan antara penerbitan dan percetakan adalah fundamental
untuk siapa pun yang tertarik pada industri buku, baik sebagai penulis, calon
penerbit, atau bahkan pembaca. Penerbitan adalah proses intelektual dan
strategis yang mengubah ide menjadi karya yang siap dikonsumsi, lengkap dengan
upaya pemasaran dan distribusi. Sementara itu, percetakan adalah proses
manufaktur yang mengubah karya digital menjadi bentuk fisik yang dapat kita
genggam. Keduanya adalah roda penggerak yang penting dalam siklus kehidupan
sebuah buku, bekerja sama untuk membawa cerita dan pengetahuan dari benak
penulis ke tangan pembaca.
Urgensi Penerbitan Buku Ber-ISBN
Di tengah maraknya penerbitan buku secara
mandiri, baik oleh individu, komunitas, maupun lembaga, semakin banyak pula
buku yang beredar tanpa identitas resmi. Salah satu identitas penting dalam
dunia perbukuan adalah ISBN atau International Standard Book Number. Sayangnya,
masih banyak yang menganggap nomor ini tidak penting atau sekadar formalitas
administratif belaka. Padahal, keberadaan ISBN sangat vital dalam menjamin
legalitas, distribusi, dan pengakuan atas sebuah karya. Inilah sebabnya mengapa
penerbitan buku ber-ISBN tidak bisa dianggap sepele.
ISBN adalah nomor pengenal unik yang diberikan kepada setiap judul dan
edisi buku yang diterbitkan, baik dalam format cetak maupun digital. Nomor ini
bersifat global dan terstandardisasi secara internasional, sehingga buku yang
memilikinya dapat dengan mudah didata, dilacak, dan diakses melalui sistem
distribusi buku di seluruh dunia. Tanpa ISBN, sebuah buku tidak akan tercatat
dalam basis data perbukuan nasional maupun internasional, sehingga
keberadaannya cenderung tersembunyi dan tidak terdokumentasi secara resmi.
Urgensi penerbitan buku ber-ISBN pertama-tama terletak pada aspek
legalitas. Buku yang memiliki ISBN akan otomatis terdaftar di Perpustakaan
Nasional, sebagai bagian dari koleksi deposit nasional yang mencatat seluruh
karya terbitan dalam negeri. Ini berarti, buku tersebut diakui oleh negara
sebagai produk intelektual resmi yang dilindungi. Tanpa ISBN, sebuah buku bisa
saja dianggap sebagai dokumen pribadi atau cetakan bebas yang tidak memiliki
kekuatan administratif di mata lembaga negara.
Kedua, ISBN memudahkan proses distribusi dan pemasaran. Toko buku,
perpustakaan, dan platform daring umumnya hanya menerima buku yang memiliki
ISBN karena sistem pencatatan dan penjualan mereka terintegrasi dengan database
resmi. Buku tanpa ISBN sulit dimasukkan dalam katalog toko, tidak bisa dipajang
di situs penjualan buku besar, dan tidak tercatat dalam sistem pencarian
perpustakaan. Artinya, tanpa ISBN, jangkauan pembaca akan sangat terbatas.
Ketiga, ISBN memberikan identitas yang sah kepada karya tulis. Dalam
dunia akademik, pendidikan, maupun literasi umum, sebuah buku yang tidak
ber-ISBN sering kali tidak dianggap sebagai referensi yang valid. Misalnya,
dalam penyusunan karya ilmiah, laporan penelitian, atau tugas akhir, hanya buku
ber-ISBN yang diakui sebagai sumber pustaka yang sah. Ini menunjukkan bahwa
ISBN bukan hanya urusan penerbit, tetapi juga menyangkut kredibilitas penulis
di mata dunia ilmiah dan profesional.
Selain itu, ISBN juga berfungsi sebagai pelindung hak cipta secara
administratif. Meskipun ISBN bukan dokumen hukum seperti hak cipta yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, namun nomor ini
menjadi bukti kuat bahwa karya tersebut benar-benar diterbitkan atas nama
penulis tertentu pada waktu tertentu. Hal ini sangat penting ketika muncul
sengketa kepemilikan karya atau ketika penulis ingin membuktikan otentisitas
bukunya di kemudian hari.
Di era digital saat ini, keberadaan ISBN juga tidak hanya berlaku untuk
buku cetak. E-book, modul digital, dan publikasi daring juga bisa dan
seharusnya memiliki ISBN tersendiri. Penerbitan digital yang diabaikan tanpa
ISBN menyebabkan banyak karya intelektual terserak tanpa jejak, sehingga sulit
dicari dan rentan diklaim ulang oleh pihak lain.
Beberapa penulis merasa enggan mengurus ISBN karena menganggap
prosesnya rumit atau memerlukan biaya tinggi. Padahal di Indonesia, Perpustakaan
Nasional menyediakan layanan pengurusan ISBN secara daring dan gratis untuk
penerbit yang sudah terdaftar. Prosesnya pun semakin mudah dengan sistem
elektronik yang transparan dan cepat. Dengan demikian, tidak ada alasan kuat
untuk menerbitkan buku tanpa ISBN, kecuali memang hanya ingin mencetak untuk
kepentingan pribadi yang sangat terbatas.
Urgensi lain yang tak kalah penting adalah terkait dengan citra
profesionalisme. Buku ber-ISBN menunjukkan bahwa penulis dan penerbit serius
terhadap kualitas dan penyebaran karyanya. Buku tersebut akan lebih dihargai di
mata pembaca, lembaga pendidikan, dan kolega penulis lainnya. Dalam jangka
panjang, ini berkontribusi pada peningkatan reputasi dan eksistensi penulis di
dunia literasi.
Simpulannya, penerbitan buku ber-ISBN bukan hanya sebuah formalitas
administratif, melainkan fondasi penting yang menentukan legalitas,
keterjangkauan, kredibilitas, dan perlindungan karya. ISBN bukan sekadar angka,
melainkan identitas resmi yang menjembatani antara penulis, pembaca, penerbit,
dan dunia literasi global. Oleh karena itu, setiap penulis dan penerbit,
sekecil apa pun skala karyanya, sebaiknya menjadikan ISBN sebagai bagian tak
terpisahkan dari proses penerbitan.